Tanggal Sejarah Dalam Hidupku
Rindy Triana
Kulihat kalender, tanggal 3 Januari.
Satu minggu lagi ulang tahun hubunganku dengan
Kiki yang ke tiga tahun. Ku lihat Hp. Sepi. Tak ada telfon ataupun sms. Sudah
beberapa hari ini kami bertengkar dan Kiki tak menghubungiku sama sekali. Aku
menyesal karena waktu itu aku yang menyuruhnya untuk tidak usah menguhubungiku
sampai kita berdamai. Dan Kiki mematuhinya. Tiga hari tanpa kabarnya. Aku
merasa tak tenang. Apa yang sedang di lakukannya ? apa kabarnya ? banyak yang
ingin aku tanyakan. Tapi aku terlalu gengsi untuk memulai menghubunginya.
Aku memutuskan untuk bertahan sampai malam ini. Kalau sampai malam ini Kiki
tak menghubungiku, maka aku yang akan menghubunginya.
Memang akhir-akhir ini
kami sering bertengkar. Entah kenapa bisa seperti itu. mungkin jarak kami yang
berjauhan menjadi salah satu alasannya. Sudah satu tahun lebih Kiki
meninggalkan aku pergi ke Jogdja untuk melanjutkan mata kuliahnya di sana.
Sementara aku, tetap mengambil kuliahku di Jakarta. Kami hanya bertemu dua atau
tiga kali setiap dua bulan sekali. Banyak sekali alasan yang membuatku menjadi
lebih sensitif terhadapnya. Rasa cemburuku melebihi segalanya. Sebenarnya aku
tak perlu cemburu sperti itu, karena Kiki adalah orang yang selalu menepati janjinya.
Lagi pula keluarga kami sudah saling mengenal. Akan tetapi, inilah aku. Kikipun
sudah faham dengan sifatku. Mungkin dia sudah terbiasa mendengar aku cemburu
dengan sesuatu yang belum jelas kepastiannya. Tapi hingga kini Kiki tetap mau
bertahan denganku, dan kata-katanya yang slalu mampu menenangkan rasa
cemburuku, slalu teringat hingga kini. Kiki slalu mengatakan “kamu itu bagian
dariku. Percayalah, darahmu disini takkan pernah melupakan tubuhnya. Dia akan
segera kembali ke hati yang slalu menunggunya. Dia akan kembali kepadamu wahai
wanitaku !” dan kata-kata itu adalah kata-kata yang slalu bisa mendamaikan
hatiku.
Sekarang hari sudah malam,
aku ketiduran di meja belajarku. Sekarang pukul 20.00. aku melihat Hp. 10
missedcall dan 1 sms. Semuanya dari Kiki.
“Astaga, kenapa aku bisa
gak kebangun sih?” aku mengutuk diriku sendiri, padahal Kiki sudah menelefonku
sebanyak sepuluh kali. Arrrgggghhtt, aku menyesal sekali. Ku baca smsnya.
“sayangku, sudah tidur ya ?” setelah membacanya, cepat-cepat ku telfon
nomornya. Tersambung. Tak berapa lama kemudian, ada jawaban.
“Hallo, sayang !” aku
sangat berharap yang menjawab adalah Kiki, bukan teman satu kamarnya lagi
seperti waktu itu.
“iya, La ?” beruntung,
benar Kiki yang menjawab.
“aaahh, sayang maafin aku
ya, tadi aku ketiduran.” Ku dengar Kiki malah tertawa.
“kok ketawa sih ?”
“mmm, nggak apa-apa kok.
Iya-iya, aku udah tau, pasti kamu ketiduran lagi.”
“maaf ya,” aku benar-benar
merasa bersalah.
“iya-iya bawel !”
“ihh... apa kabar kamu
disana ? baik kan ?”
“iya baik-baik aja tuan
putri, tuan putri sendiri ?” Kiki mulai merayuku dengan kata-kata gombalnya.
“baik. Hmm... kamu kangen
gak sama aku, tiga hari gak kasih kabar ?” ku dengar Kiki tertawa lagi.
“kangen banget sayang !”
“MISS YOU TOO, sayang !!!” kami melanjutkan obrolan kami hingga larut malam.
“MISS YOU TOO, sayang !!!” kami melanjutkan obrolan kami hingga larut malam.
***
Dua hari kemudian. Tanggal 5 Januari.
Aku kembali menelefon Kiki.
“iya, sayang ?”
“kamu jadi pulang kan ?”
“iya-iya Lylaku sayang !
aku bakalan pulang, tanggal 10 aku udah sama kamu lagi.” Aku lega mendengarnya.
Setelah menyelesaikan acara menelefonnya, aku segera berangkat ke rumah orang
tua Kiki. Hari ini, orang tua Kiki mengajakku mengukur baju untuk pertunangan
kami di tanggal 10 nanti. Tepat di hari ulang tahun hubungan kami yang ke 3
tahun, kami akan melangsungkan pertunangan. Karena orangtuaku dan orangtua Kiki
sudah menyetujui kami satu sama lain.
Setibanya
aku di rumah Orang tua Kiki, aku langsung di ajak masuk dan segera melakukan
pengukuran baju dengan penjahit pribadi orang tua Kiki. Setelah selesai, aku di
ajak ngobrol-ngobrol dengan mereka.
“Lyla sudah telefon Kiki
?” mama Kiki menanyaiku.
“oh, sudah ma.”
“kemarin mama sudah
telefon Kiki buat mastiin dia bisa pulang tepat waktu atau enggak. Tapi kamu
udah telefon lagi, jadi baguslah, biar Kiki pulangnya tepat waktu, soalnya
calon istri yang nelefon langsung.” Mama dan papa Kiki tertawa, akupun ikut
tertawa.
***
Besoknya aku mulai sibuk, membantu keluarga Kiki
menyiapkan segala perlengkapannya. Orang tuaku juga ikut membantu. Mulai dari
undangan, makanan, dekorasi, dan hiburan. Semuanya sudah di atur secara matang.
Saat sedang beristirahat duduk sendiri di pinggir kolam rumah Orang tua Kiki,
Kiki menelefonku.
“Hallo,”
“Hallo, eneng cantik lagi
sibuk ya di sana ?”
“gak terlalu sibuk,
sayang. Tapi lumayanlah, soalnya kamunya gak ada disini buat nemenin aku.” Aku
ingin bermanja-manja sebentar dengan Kiki. Untuk melepas rasa kangenku yang
semakin hari semakin besar.
“maaf ya, sayang. Aku gak
bisa nemenin kamu di sana. Tapi aku tetep nemenin kamu dari sini, gak apa-apa
kan ?”
“hmm... iya dech gak
apa-apa. Tapi awas ya kalau kamu pulangnya telat,” ancamku kepada Kiki.
Sepertinya Kiki terkekeh.
“iya-iya tuan putri.
Pangeran pulang tepat waktu. Tuan putri harus tampil cantik ya !” setelah
mengucapkan kata-kata itu, telefon terputus.
“Hallo, hallo ? sayang ?
Kiki...?” aku kembali mencoba menghubungi nomor Kiki. Tapi tak dapat
tersambung.
“icchh kenapa sih , kok
gak bisa nyambung ?” aku sibuk sendiri. Ku coba lagi dan lagi, tapi tetap tak
bisa terhubung. Aku menyerah. Mungkin sedang terjadi gangguan sinyal. Aku masuk
ke dalam rumah.
Malam harinya, ku coba menghubungi nomor Kiki
lagi. Tapi tetap tak bisa. Ada apa sebenarnya ini ? huft, mungkin memang sedang
terjadi gangguan jaringan. Aku memutuskan untuk langsung tidur. Karena besok
aku harus kembali ke rumah orang tua Kiki.
***
Keesokan harinya, tanggal 7 Januari.
Di rumah orang tua Kiki. Aku kembali mencoba menghubungi Kiki. Akan tetapi
masih tak bisa terhubung. Aku mulai merasa khawatir. Aku merasakan sesuatu yang
tak enak mengganjal di hatiku. Saat mama Kiki lewat di sampingku, aku
menanyakan apa mereka sudah menghubungi Kiki lagi. Dan mamanya juga mengatakan
kalau nomornya tidak bisa di hubungi. Aku menceritakan kekhawatiranku kepada mamanya,
dan mamanya juga mengatakan merasakan hal yang sama. Tiba-tiba Hpku berbunyi.
Seseorang yang menghubungi dengan private number.
“Hallo ?”
“Hallo, sayang ! ini
Kiki.”
“Kiki, kamu kenapa, Ki ?
kenapa nomor kamu gak bisa di hubungi ? aku cemas tau gak!”
“maaf sayang, nomor aku
udah gak bisa di pake lagi.”
“kenapa gak bisa ? kok
tiba-tiba gitu sih ?”
“hmm... udahla gak
penting, yang penting kamu baik-baik disana ya ! dan maaf kalau Kiki datengnya
telat.”
“kenapa emangnya ? ada
perubahan jadwal pesawat, ya ?” ada sedikit nada kecewa dari ucapanku.
“nggak. Pokoknya Kiki
tetep pulang, tanggal 10 tetep udah di rumah, tapi mungkin agak telat, soalnya
masih banyak orang yang butuh sama Kiki disini. Udah dulu ya sayang. Bye !”
Kiki langsung memutuskan telefonnya. Aku semakin tak mengerti dengan apa yang
di katakan Kiki. Lalu mama Kiki memanggilku.
“kenapa, La ? tadi Kiki ?”
ku lihat mama Kiki juga terlihat cemas karena melihat ekpresiku yang juga
sedang merasa cemas.
“iya, ma,”
“terus ada apa ?”
“gak tau ma, Lyla banyak
gak ngerti sama apa yang Kiki ucapin. Yang jelas Kiki Cuma ngasih tau kalau
Kiki datengnya telat kesini, ma” mama Kiki makin terlihat bingung.
“loh kenapa ?”
“katanya disana masih ada masalah yang harus Kiki selesain dulu.” Ku lihat, mama Kiki juga kecewa, tapi dia mencoba menyemangatiku.
“katanya disana masih ada masalah yang harus Kiki selesain dulu.” Ku lihat, mama Kiki juga kecewa, tapi dia mencoba menyemangatiku.
“yaudah gak apa-apa, yang
penting Kiki pulang dengan selamat. Kamu tenang aja ya !” setelah mengatakan
itu mama Kiki meninggalkanku sendiri di teras. Aku tetap merasa khawatir.
Sebenarnya apa yang tlah terjadi dengan Kiki di sana ?
“Kiki, kamu kenapa, sayang
?”
***
Tanggal 8.
Sejak semalam aku tak dapat tidur. Aku terus
menunggu telefon dari Kiki. Ingin rasanya aku yang menelefon, akan tetapi
kemarin Kiki sudah memberi tahu kalau nomornya sudah tidak bisa di pakai lagi.
Pagi ini, aku merasa kurang enak badan, dan memutuskan untuk tetap dirumah
saja. Di tengah-tengah lamunanku, Hpku berbunyi, kembali yang menelefon private
number. Segera ku angkat.
“Hallo, sayang !”
“Hallo, sayang,”
“sayang, kamu itu kenapa ?
aku merasa gak enak banget. Apa yang udah terjadi sama kamu ?” aku tak dapat
membendung tangisku. Kiki mendengar aku menangis.
“kamu gak boleh nangis,
sayang ! aku gak apa-apa kok. Bilangin sama mama juga ya, kalau Kiki gak
apa-apa !”
“Ki,”
“iya, sayang ?”
“kamu pulang sekarang aja
ya !” aku benar-benar menginginkan Kiki agar pulang hari ini juga.
“maaf sayang, aku gak bisa
pulang hari ini. Nanti aja aku datengnya di anter.”
“di anter sama siapa
sayang ?” tangisku terus mengalir.
“ssststttss, udah gak usah
nangis !”
“SAYANG !!!” tangisku
malah semakin menjadi-jadi.
“udah ya, nanti Kiki telefon lagi.” Telefonnya langsung
terputus.
“Kiki ! Kiki !!!” aku
meletakkan Hpku dan terus saja menangis. Ya Allah, ada apa ini ? kenapa
perasaanku begini ? Kiki !!!
***
Tanggal 9.
Hari ini seharusnya Kiki sudah pulang ke Jakarta.
Tapi, belum ada telefon lagi dari Kiki. Dimana dia sekarang ?
“ma, Kiki bilang, Kiki gak apa-apa, mama gak usah khawatir. Itu yang Kiki pesanin tadi malem ke Lyla.” Mama Kiki menatapku.
“ma, Kiki bilang, Kiki gak apa-apa, mama gak usah khawatir. Itu yang Kiki pesanin tadi malem ke Lyla.” Mama Kiki menatapku.
“tapi kenapa kamu sedih,
La ?”
“gak apa-apa, ma. Lyla
Cuma khawatir aja, kenapa bisa jadi kayak gini.”
“mama juga khawatir, La,
tapi kita percaya aja. Kiki itu anak mama. Mama kenal Kiki. Dia pasti tepatin
janjinya. Kiki pasti pulang.” Mama Kiki tersenyum, tapi aku juga melihat
kesedihan di dalam senyumannya. Aku tau mama Kiki lebih merasakan kekhawatiran
atas Kiki. Tapi dia tetap mencoba untuk tenang. Aku juga memaksakan diriku
untuk tersenyum.
Di teras rumah Kiki, aku
menangis sendirian. Tiba-tiba mamaku menghampiriku.
“kamu tenang aja, Kiki
pasti pulang.” Aku langsung memeluk mamaku.
Beberapa saat kemudian Hpku berbunyi. Aku langsung terkejut.
“mama ke dalem dulu, ya ?”
mama langsung masuk ke dalam. Aku segera mengangkat telefonku. Belum sempat aku
memulai, aku langsung medengar Kiki mengatakan sesuatu.
“Lyla, Kiki sayang sama
Lyla ! LOVE YOU !!!” suara isakku masih terdengar.
“Lyla juga sayang sama
Kiki ! Kiki sekarang dimana ?”
“aku di hatimu, sayang !
Lyla gak usah khawatir, besok pagi-pagi sekali Kiki pulang ke Jakarta. Lyla
dandan aja yang cantik, ya !”
“iya-iya, sayang. kamu
ati-ati di jalan ya, Ki ! aku nungguin kamu !” tak ada jawaban. Ku lihat Hpku,
telefon sudah terputus. Aku hanya tertunduk dan masih menangis. Fikiranku tak
karuan. Kali ini aku benar-benar merasakan ada sesuatu yang terjadi dengan
Kiki. Ya Allah, semoga Kiki baik-baik saja ya Allah, lindungi dia !
***
Esok pagi. Tanggal 10 Januari 2011. tepat tiga
tahun kami bersama, dan kami akan segera melaksanakan pertunangan.
Pagi-pagi sekali aku sudah
di hias dengan maksimal di rumah orang tua Kiki.
Pukul 09.00, tamu undangan sudah mulai berdatangan. Aku menguatkan diriku
untuk keluar menyapa tamu-tamu dengan tersenyum. aku harus berpikiran positif
kalau Kiki baik-baik saja. Aku keluar bersama mamaku sambil tersenyum seikhlas
mungkin, tapi ku lihat mama, papa dan saudara-saudara Kiki mulai sibuk mencari
cara menghubungi Kiki. Lalau mamanya menghampiriku.
“La, Kiki udah telefon
kamu belum pagi ini ?” ku lihat mama Kiki cemas sekali.
“belum, ma, mungkin
sebentar lagi.”
Setelah satu jam kemudian, tamu sudah mulai ramai. Aku duduk sendirian di
pojok kamar Kiki, menunggu telefon darinya. Dan akhirnya Kiki menelefon.
“Hallo, Lyla sayang,
dengerin Kiki, ya !” mendengarnya aku hanya diam, dan Kiki melanjutkan bicara.
“Kiki sayang sama Lyla !
maaf ya, beberapa hari ini Kiki udah buat Lyla, mama, papa dan orang-orang lain
khawatir. Khusunya Lyla, Kiki udah buat Lyla nangis terus. Kiki minta maaf, ya.
Hari ini Lyla cantiikk banget, Kiki minta Lyla jangan nagis lagi, ya ! ntar
cantiknya luntur,” Kiki tertawa kecil, aku hanya mendengarkan sambil meneteskan
air mata.
“Lyla gak boleh sedih !
kamu itu bagian dariku. Percayalah, darahmu disini akan selalu menjadi milik
tubuhnya. Dia akan segera kembali ke hati yang slalu menunggunya. Dia akan
kembali kepadamu wahai wanitaku !” aku tersenyum setelah mendengar Kiki
mengucapkan kembali kata-kata itu.
“Sayang, cepet pulang !
aku mau meluk kamu, Ki,”
“Lyla jangan sedih ya,
Kiki bakal jagain Lyla ! sampai nanti Lyla udah temuin darah yang baru buat
Lyla. Sampai saatnya Lyla udah punya penjaga Lyla yang baru.”
“sayang kamu ngomong apa
sih ?” aku semakin awet menangis. Air mataku tak dapat ku tahan lagi. Kali ini
sampai tersedu sedan.
“Kiki sayang Lyla ! LOVE
YOU, Lyla !” telefon terputus.
“Kiki ! Kiki ! Kikiii
!!!!” aku menjerit-jerit memanggil namanya. Aku sadar apa yang Kiki maksud.
Perasaanku selama ini ternyata benar. Kiki kamu di mana, Ki ???
“KIKI !!!!” mamaku, mama
Kiki dan beberapa orang lainnya masuk ke kamar Kiki setelah mendengarku
berteriak-teriak.
“kamu kenapa, sayang ?”
“Lyla kamu kenapa ? kenapa
Kiki ?”
Aku langsung memeluk mamaku. Dan terus menatap mama Kiki.
“ma, Kiki, ma !” mamaku
ikut menangis. Sementara mama Kiki terus memerhatikanku.
“iya, Kiki kenapa, La ?”
“Kiki, ma,” aku tak dapat
menjelaskan apa yang telah terjadi. Tiba-tiba orang-orang di luar memanggil
kami. Mereka mengatakan kalau beberapa mobil datang kemari. Kamipun segera
keluar rumah, dan yang ku lihat adalah mobil pengantar jenazah dan beberapa
mobil polisi.
“selamat siang, pak, buk !
apa benar ini dengan bapak Sultan dan ibu Rahayu ?”salah seorang polisi
menghampiri papa dan mama Kiki.
“iya benar.” Papa Kiki menjawab.
“ada apa ya, pak ?” mama Kiki bertanya sambil
meneteskan air mata.
“kami dari pihak kepolisian memberitahukan kalau
anak bapak dan ibu, atas nama Risky Saputera, meninggal dalam kecelakaan lalu
lintas dua hari yang lalu di Jogdjakarta.” Setelah mendengar polisi itu
mengatakan itu, mama Kiki langsung jatuh pingsan. Akupun sudah tak kuat lagi
berdiri, tapi aku menguatkan diri untuk mendekati keramaian.
“innalillahiwainnailaihiraji’un,” papa Kiki
langsung menangis. Setelah mayat Kiki di keluarkan dari dalam mobil Jenazah,
aku merasakan sesak di dadaku. Pandanganku menjadi samar-samar, orang-orang di
sekelilingku menangis, mama dan adik Kiki jatuh pingsan. Mungkin aku juga akan
jatuh pingsan, tapi ku dengar polisi tadi menyebut namaku.
“maaf, sebelum meninggal, almarhum menitipkan ini
untuk tunangannya.” Polisi itu mengeluarkan selembar sepasang cincin di dalam
kotak cincin, selembar poto dan sebuah surat. Belum sempat surat dan poto itu
sampai kepadaku, ku rasakan kakiku melayang dan pandanganku semuanya gelap.
***
7 hari setelah Kiki meninggal. Setelah usai acara
tahlilan di rumah orang tua Kiki, aku masuk ke dalam kamar Kiki dulu.
Aku duduk di kursi belajar yang ada di pojok kamar. Ku lihat disana masih
terpasang beberapa poto Kiki dan sebuah poto yang isinya Kiki sedang bersamaku
sewaktu kami SMA. Aku menangis melihatnya.
Ku keluarkan poto dan
surat dari dalam saku celanaku. Semenjak surat dari Kiki ini sampai padaku aku
belum pernah membacanya, dan malam ini aku baru akan membacanya.
|
Kiki minta maaf ya udah
ninggalin Lyla sendirian di Jakarta. Maaf juga buat kali ini. Kiki udah sering
buat Lyla sedih. Kiki sayang sama Lyla, kita jadi tunangan atau enggak tetep
sama aja. Sampai kapanpun, bagi Kiki, Lyla teteplah darah bagi tubuh Kiki. Lyla
jangan sedih ya ! Kiki bakalan slalu jagain Lyla.
Lyla gak usah bingung sama
surat dari Kiki ini. Tapi entah kenapa waktu Kiki nulis surat ini, Kiki rasa
Cuma ini yang bisa Kiki kasih ke Lyla sebagai perwakilan dari Kiki.
LOVE YOU LYLA !!!
Aku tersenyum setelah membacanya, lalu ku lihat
potonya. Yaitu poto kami berdua di saat ulang tahun hubungan kami yang ke dua.
Aku merindukan masa itu, aku merindukannya. Mataku tak bisa lepas dari poto
itu, tanpa ku sadari air mataku menetes membasahi poto itu.
Tepat hari itu. Tanggal 10 Januari 2011, tepat 3
tahun kami bersama. Dan di tanggal itu pula dia pergi meninggalkanku.
“Kiki, pulang, Ki ! Aku
kangen kamu. Kamu gak boleh ninggalin aku. Sayang, cepet pulang ! aku butuh
kamu disini !!!”
L L L
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Boleh titip kritik atau saran ! :)