Rindooot

Welcome to my blog!!! :D
Thank's for visit :*

Selasa, 29 Januari 2013

Pria Ring Basket!!!


Pria Ring Basket!!!
Rindy Triana        

Ia tersenyum padaku. Amat manis. Ia laki-laki yang berbeda dari yang lain. Begitulah menurut pandangan mataku. Ia selalu berada di sana. Di pojok lapangan basket. Bukan hendak bermain basket, hanya sekedar duduk atau berdiri menyenderkan tubuh di tiang ring basket. Sesekali aku pernah melihatnya sambil membaca sebuah buku. Akan tetapi aku lebih sering melihatnya hanya sedang berdiam diri saja, tanpa melakukan apapun. Itulah yang menurutku membedakannya dengan laki-laki lain. Dia laki-laki yang unik. Atau boleh di bilang, MISTERIUS!
Di saat anak laki-laki biasanya sibuk menjahili anak-anak wanita, bermain basket, bermain gitar, atau nongkrong di kantin dengan sesamanya, ia malah menghabiskan waktunya hanya untuk berdiam diri di temani sebatang ring basket. Sungguh kebiasaan yang unik. Menurutku juga, dia laki-laki yang lumayan jutek. Cukup pendiam untuk ukuran seorang laki-laki berusia 17 tahun.

            Ah, lagi-lagi aku membayangkan saat-saat itu. Rasanya seperti mimpi. Sekarang dia menjadi pacarku. Pria misterius yang ku kagumi sejak aku masih di bangku kelas 1 SMU. Aku berhasil mencuri hatinya setelah lumayan lama menjadi sahabatnya. Itupun secara tak sengaja.
            Awalnya, dengan bermodalkan nekat dan penasaran, aku mencari-cari informasi tentangnya lebih jauh. Menurut kabar dari beberapa sumber, aku mengetahui kalau ia memang anak yang jutek, tak banyak omong, dan fantastisnya ia juga anak yang lumayan pintar. Tapi sayang, ia sudah punya pacar di sekolah yang berbeda. Mulai saat itu juga aku memutuskan untuk berhenti mengaguminya, memikirkannya, atau bahkan hanya sekedar memerhatikannya yang sedang asyik menyendiri di bawah ring basket.
            Setelah satu minggu, aku benar-benar menahan diriku untuk tidak melakukan hal yang biasa ku lakukan. Memerhatikan sosok pria misterius yang berdiri di bawah ring basket itu. Aku berhasil menyibukan diri dengan menetap di kelas saja saat jam istirahat. Sampai suatu hari, saat jam pelajaran komputer. Tak terlalu banyak materi yang kami pelajari, satu jam pelajaran yang masih tersisa, terbuang sia-sia. Beberapa orang sudah kembali ke dalam kelas. Sementara aku bersama beberapa orang lainnya lebih memilih menetap di dalam lab komputer untuk memanfaatkan hotspot sekolah untuk online secara sembunyi-sembunyi. Di saat yang bersamaan, di beranda akun facebook-ku, aku melihat akun si ‘Dia’ juga sedang On. Tanpa fikir panjang aku segera mengirimkan chat padanya. Setelah beberapa saat chat terkirim, aku tersadar aku melakukannya tanpa sengaja. Dengan wajah cemas aku mencari cara agar chat yang ku kirimkan tadi tidak sampai di baca olehnya. Beberapa orang temanku memerhatikan tingkahku yang mulai terlihat aneh.
            “Kenapa lo?” salah seorang dari mereka menanyaiku.
            “Lo ngerusakin komputernya, ya?” mereka kembali bertanya.
            “Hah? Enak aja, nih liat! Komputernya masih baik-baik aja tuh!” aku segera memperlihatkan komputerku yang memang tidak terjadi apa-apa.
            “Wah, lagi chat sama anak jutek itu yaa? Ciyeee…”
            “Hah???” aku membelalakan mataku ke layar komputer. Ternyata benar, si jutek ngebales chat aku, dan makhluk-makhluk yang ada di dalam sini sudah menonton aksi chating aku vs si jutek. Aaarrrgggghhh L O.M.G!!!
            Aku berusaha untuk tenang dan mengabaikan mereka yang terus saja menggodaiku mengenai Mr.Jutek itu. Ku buka balasan chat darinya, ‘Yaa???
Yuhuuu…. Tak di sangka dan tak di duga, aku menarik kata-kataku kalau ‘aku menyesal sudah mengirimkan chat padanya!’ sunguh aku menarik kata-kataku itu. Ternyata setelah aksi pengiriman chat tanpa sadar itu membuat kami menjadi lebih dekat dan kami menjadi sahabat baik, walaupun sebenarnya hanya bersahabat di dunia maya saja. Pertemanan sebatas akun facebook!
            Setelah lumayan lama kami berteman dan menjadi sahabat curhat, sampai suatu hari dia mengirimkan pesan ke akun facebookku. Isinya, dia mengatakan kalau sekarang di sedang melajang!
Dengan mata membelalak dan antusias yang membara aku segera membalas pesannya dan menanyakan kebenaran dari isi pesan yang di kirimkannya padaku. Ternyata memang benar hubungannya dengan pacarnya si Aurel berakhir sehari sebelum dia mengirimkan pesan itu padaku. Setelah hari pengiriman pesan itu, dia menghilang selama berminggu-minggu. Tak satupun pesan atau chat dia kirimkan untukku. Sudah dua minggu ini juga aku tak pernah melihatnya lagi sedang berdiri di bawah ring basket. Dia benar-benar menghilang. Beberapa orang temanku yang mulai tahu kedekatanku dengannya mengatakan kalau dia ada di dalam kelasnya dan memang tidak pernah keluar kelas lagi di saat jam istirahat. Kenapa???
            Pesan terakhir yang di kirimkannya untukku adalah ‘aku butuh waktu buat ngelupain dia!’. Iya, mungkin dia masih merasa kehilangan dan butuh waktu untuk melupakan mantan pacarnya. Aku merasakan kesedihan yang dirasakannya. Tapi jujur saja, aku tak dapat menyembunyikan perasaan gembiraku kalau aku merasa bahagia sekarang dia sudah melajang. Ku akui sejak itu aku mulai menyukainya!
            Aku mencoba membujuknya untuk kembali menjadi dirinya yang ku ketahui. Menjadi sosok yang biasa berdiri di bawah ring basket. Yang sesekali melemparkan senyum untukku yang juga tak pernah absen memerhatikannya dari pintu kelas. Namun, dia malah mengirimiku pesan yang sangat berbeda dari biasanya. Dia memintaku untuk tidak lagi mengganggunya atau mengurusi urusannya. Aku membalas pesannya singkat ‘Oh baiklah, aku minta maaf!’.
           
Lagi-lagi, aku bersama sahabat dekatku Vira memanfaatkan jam pelajaran komputer yang tersisa untuk online. Aku tak begitu bersemangat. Tak ada yang ingin ku lakukan dengan akun facebook-ku. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri dan padanya, laki-laki ring basket itu, untuk tidak mengganggunya lagi.
            “Hey, udahlah! Masih banyak cowok lain, lagi!” Vira menyemangatiku.
            “Lagian, dia tu terlalu jutek! Lo nggak takut apa, kalaupun ntar kalian jodoh dan jadian, tapi lo-nya di jutekin mulu? Gimana?”
            “Huuu!!!” aku menjitak kepala Vira.
            “Hehehe… orang yang lagi patah hati, sukanya main kekerasan!”
            “Ah, udah yuk ke kelas!” aku segera berdiri dan hendak kembali ke kelas.
            “Eh, tunggu bentar. Nih liat, si Jutek ngirimin kamu chat!” panggil Vira.
            “Norak lu! Udah ah, nggak usah ngebohongin gue. Ayok ke kelas!”
            “Ih, di bilangin malah ngeyel. Ntar nyesel loh!” aku kembali duduk untuk memastikan apa benar dia mengirimkan chat padaku. Ternyata memang benar, dia mengirimkan chat padaku. Tanpa ku sadari bibirku langsung melekuk tersenyum.
            “Huuu… nggak percaya sih lo!” gantian Vira yang menjitak kepalaku. Aku membaca isi chat yang di kirimkannya. Isinya, dia meminta maaf karena terlalu kasar dengan ucapannya dan meminta agar kami kembali menjadi sahabat.

***

            Hari ini dia berbeda. Masih sama seperti beberapa hari sebelumnya. Dia sangat berbeda dari pada biasanya. Aku sudah lama tak melihat senyumannya. Untuk beberapa hari ini pula kami kehilangan kontak. Kami hanya berjumpa di kampus dan hanya berselewahan saja, tanpa tegur sapa. Aku tak tahu apa penyebabnya. Selama satu tahun lebih kami menjalin hubungan, dan sudah terlalu sering bertengkar menghadapi masalah ini-itu, ini adalah untuk pertama kalinya kami kehilangan kontak yang seperti ini. Biasanya kami selalu menyelesaikan masalah kami dengan segera. Tapi tidak untuk kali ini. Sebelumnya aku sudah mencoba untuk menyelesaikan masalah ini, namun tak ada satupun pesan facebook, pesan ponsel, atau panggilan ponselku yang di hiraukan olehnya.
            Setelah berfikir cukup lama, aku memutuskan untuk menemuinya sepulang kuliah hari ini. Aku menemuinya di lapangan parkir, dia sedang bergegas untuk pulang dengan sepeda motornya tanpa menawariku untuk pulang bersamanya. Beberapa hari ini juga aku selalu pulang sendiri.
            “Jangan buru-buru! Aku mau ngomong bentar sama kamu!” aku menarik lengannya yang hendak memasangkan helm ke kepalanya.
            “Mau ngomong apa?”
            “Kayaknya jangan di tempat rame kayak gini deh!” aku melihat ke sekeliling yang memang ramai di penuhi mahasiswa-mahasiswa kampus yang hendak pulang.
            “Yaudah naik!”
Kami pergi ke suatu tempat yang biasa kami kunjungi. Di sudut kota, tak jauh dari perumahan kecil di situ, kami menemukan sebuah lapangan luas yang masih belum tersentuh oleh manusia. Di tutupi hutan kecil, sehingga tak terlihat oleh keramaian kota. Ilalang bergoyang-goyang di tiup angin. Hawa angin sore menusuk badan kami berdua. Kami sudah sering kemari untuk sekedar menikmati sejuknya angin di lapangan ini, atau untuk bercerita dan menyelesaikan masalah. Dan kali ini, dia yang mengajakku kemari.
            “Silahkan ngomong!” ucapnya datar. Aku memandanginya sesaat. Tak ada sedikitpun senyum yang tersirat untukku. Aku menghela nafas cukup dalam lalu mulai berbicara.
            “Ada apa? Kenapa akhir-akhir ini kamu jadi berubah kayak gini?”
            “Berubah?”
            “Iya!”
            “Aku nggak berubah, emangnya aku power ranger yang bisa berubah-ubah?” dia berkata sambil tertawa kecil.
            “Aku serius!” aku membentaknya karena memang aku sedang tak ingin main-main.
            “Ya, aku juga serius!”
            Hening. Aku berhenti bicara. Aku membiarkannya melakukan apa saja yang dia mau. Dia berjalan-jalan menembus ilalang yang padat. Mematahkan beberapa bunga ilalang dan melempar-lemparkannya ke udara. Sementara aku sedari tadi hanya berdiam diri di tengah-tengah ilalang yang terus bergoyang menyentuh kakiku.
Sampai akhirnya dia mendekatiku.
            “Hmmm…” gumamnya ragu. Aku hanya melirikan mataku padanya.
            “Aku nggak mau kamu sedih!” saat itulah hatiku merasakan di terjang beribu-ribu ombak. Apa yang di katakannya? Kenapa aku harus bersedih? Ada apa dengannya? Apa terjadi sesuatu yang buruk? Hatiku luluh dan kembali bicara.
            “Kenapa?”
            “Hmmm…” lagi-lagi dia hanya menggumam tak menjawab.
            “Jujur aja!” aku mulai gelisah. Sepertinya akan ada sesuatu yang membuatku menangis.
            “Kamu nggak sayang lagi sama aku?” celetukku yang sudah tak sabar menunggu jawaban dari mulutnya.
            “Kok kamu nanyanya gitu?” wajahnya menyiratkan kekecewaan atas pertanyaanku.
            “Terus kenapa kamu jadi jutekin aku?” tubuhku bergetar. Aku takut mendengar jawabannya.
            “Aku,” jawabnya terputus.
            “Aku apa?” tanyaku semakin penasaran.
            “Aku sayang kok sama kamu!” dia segera memeluk tubuhku yang bergetar hendak menangis. Aku tertegun. Tubuhku kembali merasakan kehangatan kasih sayangnya. Tadi aku begitu takut dia mengatakan ‘Iya, aku tidak menyayangimu lagi!’.
Dia terus mendekapku sambil membisikkan sesuatu di telingaku.
            “Aku sayang sama kamu, maka dari itu aku nggak mau kamu sedih! Tapi, tolong maafin aku ya!” aku hanya diam tak menjawab. Walaupun begitu, sebenarnya aku tak mengeti apa maksud perkataanya itu.
            “Yuk pulang! Udah sore!” dia menarik lenganku dan segera mengantarku pulang.
***
Dia sebagai pacarku atau sebagai pria di tiang ring basket, aku lebih memilih agar ia tetap menjadi pria di tiang ring basket seperti yang aku kenal dulu saja. Yang senantiasa tersenyum di saat aku sedang memandanginya. Meski orang-orang lalu lalang di sekitarnya ia takkan pernah terganggu dan tetap pada tiang ring basketnya. Yang hanya menjadi sahabat dunia mayaku. Yang hanya mengenalku sebatas pesan facebook. Yang perduli padaku meski hanya sebatas sahabat.
            Setelah cukup lama bersama, aku tak pernah tahu kalau akhirnya akan sakit!
Dulu, saat aku baru mengaguminya, aku berkata ‘aku akan sangat siap menyukainya!’.
Setelah rasa suka itu benar-benar hadir dan memenuhi ruang hatiku, aku tetap memegang perkataanku yang mengatakan ‘aku siap!’. Semestinya aku tahu, Tuhan itu maha mendengar. Tak semestinya aku terlalu menggebu-gebu, sampai akhirnya, ketika dia mengatakan hendak memintaku menjadi kekasihnya, aku berkata ‘aku akan siap mencintainya!’.
            Aku selalu merasa siap dengan hal-hal yang membahagiakan yang ada di fikiranku. Aku selalu mengatakan, aku siap!
Walau sebenarnya aku tahu, aku takkan siap dengan segala hal.
Setelah aku benar-benar menjadi cintanya dan akan selalu siap dengan konsekuansi yang telah aku pilih, aku siap untuk selalu berada di sisinya di kala dia membutuhkan seseorang untuk selalu mendampinginya. Aku siap untuk menghadapi pertengkaran dan akan menyelesaikannya secara baik-baik. Aku siap merasa lelah hanya demi menemaninya. Aku siap menjadi satu-satunya pendengar setia di kala ia butuh tempat untuk mengadu. Tapi, dia tak pernah tahu kalau aku ‘takkan pernah siap untuk kehilangannya!’.
            Mungkin, jika aku kehilangannya karena kesalahan yang ku buat sendiri, aku takkan merasakan sakit yang seperti ini!
Dan mungkin, aku pun akan mengikhlaskannya pergi…
Tapi, dia pergi dariku hanya demi wanita lain dan membuatku merasakan kehilangan yang begitu sakit!
Dia memilih kembali pada wanita yang pernah menyakitinya…Aurel!

Friend :‘aku mau ngomong sesuatu sama kamu, penting!’
            Me : ‘ngomong apa? Silahkan aja!’
Friend : ‘tapi, sebelum aku ngomong kamu harus janji sama aku, kamu nggak boleh nangis!’
            Me : ‘kenapa?’
Friend : ‘bilang dulu kalau kamu nggak akan nangis!’
            Me : ‘….:’( kenapa?’
Friend : ‘kenapa nangis? Kamu cengeng deh!’
            Me : ‘terus kenapa? Nggak suka? :’(…’
Friend : ‘hmm, udah jangan nangis! Aku mau jujur sama kamu…’
            Me : ‘……?????’
Friend : ‘maafin aku ya!’
            Me : ‘maaf apaan? :’(….’
Friend : ‘aku nggak mau ngebohongin kamu. Aku nggak mau buat kamu nambah sakit hati gara-gara aku! Aku juga nggak mau kamu terluka karena terus-terusan nyayangin aku.’
            Me : ‘maksudnya apaan?’
Friend : ‘aku sayang sama kamu… tapi, aku juga masih sayang sama dia!’
            Me : ‘kamu pasti main-main kan? :’(…’
Friend : ‘maaf, tapi aku sudah berusaha jujur sama kamu. Jangan benci aku ya!’
            Me : ‘AKU BENCI SAMA KAMU! :’( kalau kamu sayang sama aku, kenapa kamu ngomong kamu juga sayang sama dia, dia itu siapa?’
Friend : ‘maafin aku, jujur aku sayang sama kamu. Tapi selama ini aku belum bisa ngelupain dia. Aku masih sayang sama Aurel!’
            Me : ‘…………………………’
Friend : ‘pasti lagi nangis, jangan nangis! Please… L
            Me : ‘kenapa kamu harus ngomongin ini sekarang?’
Friend : ‘maafin aku, tapi aku bener-bener nggak bisa bohongin perasaan aku, aku masih sayang sama dia!’
            Me : ‘please, jangan ngomong kayak gitu lagi! :’(‘
Friend : ‘aku nggak mau kamu sakit hati. Sebenernya aku sudah coba lupain dia, tapi aku nggak bisa. Tapi kita masih bisa jadi sahabat kayak dulu lagi kan?’
            Me : ‘TEGA KAMU! :’(‘
Friend : ‘maafin aku, tapi aku jatuh di dua hati… L
            Me : Offline_
***
            Pria di bawah tiang ring basket. Aku belum bisa ngelupain dia. Setelah satu tahun kami berpisah dan aku nggak pernah tahu kabarnya dia, nggak pernah tahu kabar hubungan mereka, aku nggak pernah tahu lagi urusan mereka berdua.
            Dulu, dia masih sering ngirim pesan ke akun facebook-ku. Menanyakan kabar, menegur, atau meminta saran atas masalah yang di hadapinya. Namun tak satupun dari pesannya ada yang ku balas. Sampai akhirnya dia menghilang!
            Dalam kurun waktu dua tahun, mungkin bagi sepenggal orang, itu sudah waktu yang sangat lama. Banyak hal yang bisa di lakukan dalam waktu selama itu. Tapi tidak untukku. Kurang lebih tiga tahun aku menjadi orang yang mengaguminya sebagai sosok pria ring basket. Hampir satu tahun aku menjadi sahabat akun facebook-nya. Mendengarkan curhatnya, membantu menyelesaikan masalah yang di hadapinya walaupun kebanyakan adalah meminta saran agar hubungannya dengan pacarnya dapat membaik. Aku melakukannya selama hampir satu tahun. Setelah keadaan berubah, seiring waktu kami menjadi sepasang kekasih yang bisa di katakan akur, dalam waktu satu tahu lebih. Dan sekarang, dua tahun setelah aku merasa di sakiti, perasaanku belum juga sirna. Jika di total, sudah hampir 5 tahun aku menjadi orang yang menyayanginya dan 2 tahun dia buatku terkurung dengan hari-hariku yang selalu terbayang oleh kenangan-kenangan pahit darinya. Waktu bersama dengannya dan waktu setia padanya memang tak sebanding dengan sakit yang sekarang aku rasakan.
***
Setelah masa liburan berakhir, aku kembali ke suasana kampus. Mengisi liburan dengan suasana hati yang berkabung, dan sekarang aku mulai di sibukkan oleh tugas akhir semester yang harus aku selesaikan dalam waktu kurang dari sebulan.
            Dua tahun terakhir membuatku berevolusi menjadi sosok diriku yang berbeda. Sekarang banyak di antara mereka yang menjulukiku sebagai Miss Jutek!
Di kampusku juga ada lapangan basket yang sering di pakai para mahasiswa laki-laki. Aku sering mampir kesana, menonton pertandingan atau hanya sekedar melihat orang-orang itu berlatih basket. Entah kenapa, sekarang aku menjadi salah seorang yang menggilai basket. Atau menggilai lapangan basketnya, entahlah!
Seperti sekarang, lapangan basketnya sedang kosong, dan aku duduk sendirian di bangku penonton menatap lurus ke tiang ring basket itu!
            Satu jam berlalu. Aku masih setia dengan bangku penonton yang ku duduki. Beberapa laki-laki anggota basket mulai memasuki lapangan basket untuk latihan. Mataku mengikuti langkah kaki orang-orang itu yang berlari kesana kemari menggiring bola. Salah satu di antara mereka menshooting bola ke dalam ring basket yang berada di pojok kanan, mataku berlari mengikuti arah bola basket itu. DAMN!!! Bolanya berhasil masuk. Satu poin untuk laki-laki itu!
            Lagi-lagi laki-laki yang sama menggiring bola ke ring basket dan akan segera menshooting lagi. Mataku melepaskan pandangan dari bolanya dan beralih pada laki-laki yang bersandar di ring basketnya. Dia…!!!
            Dia memandangiku dari bawah sana. Aku segera mengambil tasku dan berlalu dari sana.
            ‘Hey!’ seseorang menarik lenganku. Orang itu melempar senyum padaku.
            ‘Apa kabar?’ tanyanya padaku. Namun mulutku tetap terkunci rapat, enggan menjawab.
            ‘Hmm… maafin aku ya, sekarang aku baru sadar kalau aku salah sudah nyia-nyiain cinta yang tulus dari kamu. Aku salah udah milih orang lain. Please maafin aku!’
            ‘Sorry, apa kita sebelumnya pernah saling kenal?’ tanyaku datar.
            ‘Loh kok gitu? Aku tahu kamu pasti benci sama aku, tapi, please maafin aku. Aku nggak bisa ngelupain kamu!’
            ‘Ihh, lepas nggak! Aku nggak kenal sama kamu!’ aku memaksa agar dia segera melepaskan tanganku. Siapa dia? Kenapa dia begitu mirip dengan laki-laki ring basket yang ada di dalam khayalku? Apa dia mengenalku?
            ‘Ca, maafin aku! Jangan kayak gitu donk! Aku sayang sama kamu…’ ujarnya sambil terus memegang erat tanganku.
            ‘Aku bener-bener nggak kenal sama kamu, jadi tolong lepasin tangan aku!’
            ‘Heh, lepasin tangan cewek gue!’ Kapten basket yang tadi berhasil beberapa kali menshooting bola ke dalam ring basket, menghampiri kami berdua.
            ‘Siapa lo?’ dia mendorong orang yang sangat mirip dengan pria ring basket yang ada di mimpiku itu.
            ‘Lo yang siapa?’
            ‘Gue pacarnya Caca! Lo siapa? Ngapain megang-megang tangan cewek gue?’
            ‘Gue mantanya dia!’ ujar pria tadi. Mantan? Aku adalah mantannya? Kapan?
            ‘Bener, Ca?’ tanya kapten tim basket itu padaku. Aku mencoba mengingat, dan hasilnya nihil. Aku menggelengkan kepalaku.
            ‘Tuh liat! Caca emang nggak kenal sama elo!’
            ‘Tapi Ca, kok kamu jadi gini sih?’ pria yang mirip seperti yang ada di mimpiku itu mencoba kembali meraih lenganku. Namun di halau oleh kapten basket tadi.
            ‘Sorry Bro, tapi kayaknya Caca udah lupa sama lo. Caca ini pernah kecelakaan, dan selama dua tahun ini dia tu amnesia, jadi nggak banyak orang yang dia ingat. Dan asal lo tau, Caca adalah cewek gue, dan mulai sekarang lo jangan deketin Caca lagi, karena Caca nggak pernah inget sama elo!’ kapten basket itu membawaku pergi dari pria yang sepertinya pernah ku kenal itu.
            ‘Ca!!! aku pria ring basket itu, Ca!!! kamu pasti inget kan? Ca, aku tahu kamu inget!!!’ teriaknya dari belakangku. Entahlah, dia benar pria ring basket itu atau bukan. Tapi ku harap bukan dia orangnya, karena sekarang aku sangat membenci pria ring basket itu!
Kalau sampai nanti ku temukan dia bersama wanita itu, ingin aku katakan kalau aku bukan lagi penggemarnya dulu. Bukan lagi penggemar pria ring basket itu, dan aku juga ingin mengatakan padanya kalau sekarang aku sudah memiliki seseorang yang lebih dari pada pria di bawah ring basket, aku memiliki seorang pria kapten dari lapangan basket itu! 
***
Palembang, 16 Januari 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Boleh titip kritik atau saran ! :)